BAB I
PENDAHULUAN
PENGERTIAN WAKAF
Menurut bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah (terkembalikan), al-tahbis (tertawan) dan al-man’u (mencegah).
Sedangkan menurut istialah yang dimaksud dengan wakaf sebagaimana yang didefinisikan oleh para ulama adalah sebagai berikut:
1. Muhammad al Syarbini al Khatib berpendapat bahwa yang dimaksud
dengan wakaf ialah “Penahanan harta yang memungkinkan untuk
dimanfaatkan disertai dengan kekalnya zat benda dengan memutuskan
(memotong) tasharruf (penggolongan) dalam penjagaannya atas Mushrif
(pengelola) yang dibolehkan adanya.”
- Imam Taqiy al Din Abi Bakr bin Muhammad al Husaini dalam kitab Kifayat al Akhyar berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf adalah “Penahanan harta yang memungkinkan untuk dimanfaatkan dengan kekalnya benda (zatnya), dilarang untuk digolongkan zatnya dan dikelola manfaatnya dalam kebaikan untuk mendekatkan diri pada Allah SWT.”
- Ahmad Azhar Basyir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf ialah, menahan harta yang mungkin dapat diambil orang manfaatnya tidak musnah seketika, dan untuk penggunaan yang dibolehkan, serta dimaksudkan untuk mendapat ridha Allah.
- Idris Ahmad berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf ialah, menahan harta yang mungkin dapat diambil orang manfaatnya, kekalnya zatnya dan menyerahkannya ke tempat-tempat yang telah ditentukan syara’, serta dilarang leluasa pada benda-benda yang dimanfaatkannya itu.
BAB II
WAKAF
A. DASAR HUKUM WAKAF
Adapun yang dinyatakan sebagai dasar hukum wakaf oleh para ulama, Al Quran surat Al Hajj: 77
Berbuatlah kamu akan kebaikan agar kamu dapat kemenangan.
Dalam ayat lain yaitu surat Ali Imron: 92, Allah berfirman:
Akan mencapai kebaikan bila kamu menyedekahkan apa yang masih kamu cintai.
Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam jama’ah kecuali Bukhari dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah ra sesungguhnya Nabi saw bersabda:
Apabila mati seorang manusia, maka terputuslah pahala perbuatannya, kecuali tiga perkara: shodaqoh jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan, baik dengan cara mengajar maupun dengan karangan dan anak yang sholeh yang mendoakan orang tuanya.
B. KETENTUAN-KETENTUAN WAKAF
Menurut Ahmad Azhar Basyir berdasarkan hadits yang berisi tentang wakaf Umar ra maka diperoleh ketentuan-ketentuan sbb:
1. Harta wakaf harus tetap (tidak dapat dipindahkan kepada orang lain), baik dijualbelikan, dihibahkan, maupun diwariskan.
2. Harta wakaf terlepas dari pemilikan orang yang mewakafkannya.
3. Tujuan wakaf harus jelas (terang) dan termasuk perbuatan baik menurut ajaran agama Islam.
4. Harta wakaf dapat dikuasakan kepada pengawas yang memiliki hak ikut serta dalam harta wakaf sekadar perlu dan tidak berlebihan.
5. Harta wakaf dapat berupa tanah dan sebagainya, yang tahan lama dan tidak musnah sekali digunakan.
C. RUKUN DAN SYARAT WAKAF
Syarat-syarat wakaf:
1. Wakaf tidak dibatasi dengan waktu tertentu sebab perbuatan wakaf berlaku untuk selamanya, tidak untuk waktu tertentu. Bila seseorang mewakafkan kebun untuk jangka waktu 10 tahun misalnya, maka wakaf tersebut dipandang batal.
2. Tujuan wakaf harus jelas, seperti mewakafkan sebidang tanah untuk masjid dsb. Apabila seseorang mewakafkan sesuatu kepada hukum tanpa menyebut tujuannya, hal itu dipandang sah sebab penggunaan benda-benda wakaf tersebut menjadi wewenang lembaga hukum yang menerima harta-harta wakaf tersebut.
3. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah dinyatakan oleh yang mewakafkan, tanpa digantungkan pada peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik bagi yang mewakafkan. Bila wakaf digantungkan dengan kematian yang mewakafkan, ini bertalian dengan wasiat dan tidak bertalian dengan wakaf. Dalam pelaksanaan seperti ini, berlakulah ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan wasiat.
4. Wakaf merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya hak khiyar (membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan) sebab pernyataan wakaf berlaku seketika dan untuk selamanya.
Rukun-rukun wakaf ialah:
1. Orang yang berwakaf (wakif)
Wakif mempunyai kecakapan melakukan tabarru, yaitu melepaskan hak milik tanpa imbalan materi. Orang dikatakan cakap bertindak tabarru adalah baligh, berakal sehat, dan tidak terpaksa.
2. Harta yang diwakafkan (mauquf)
Harta wakaf merupakan harta yang bernilai, milik waqif dan tahan lama untuk digunakan. Harta wakaf dapat berupa uang yang dimodalkan, berupa saham pada perusahaan dsb. Untuk harta yang berupa modal harus dikelola sedemikian rupa (semaksimal mungkin) sehingga mendatangkan kemaslahatan atau keuntungan.
3. Tujuan wakaf (mauquf’alaih)
Tujuan wakaf harus sejalan dengan nilai-nilai ibadah, sebab wakaf merupakan salah satu amalan shadaqah dan shadaqah merupakan salah satu perbuatan ibadah. Harta wakaf harus segera dapat diterima setelah wakaf diikrarkan. Bila wakaf diperuntukkan membangun tempat-tempat ibadah umum, hendaklah ada badan yang menerimanya.
Pada diskusi yang kami lakukan, ada pertanyaan dari audien tentang:
Bagaimana hukumnya jika tujuan wakaf itu dialihkan, misalnya awalnya ditujukan untuk membangun masjid, tetapi mengingat di daerah itu sudah ada masjid, maka tujuan waqaf tadi dialihkan untuk pembangunan MDA.
Jawaban kami adalah boleh karena ditinjau dari tujuannya wakaf tersebut masih digunakan untuk kepentingan syiar Islam, untuk memajukan pendidikan Islam pada umumnya. Jadi tujuannya masih ditujukan untuk kepentingan umum umat Islam.
4. Pernyataan wakaf (shigat waqf)
Wakaf itu di-shigat-kan, baik dengan lisan, tulisan, maupun dengan isyarat. Wakaf dipandang telah terjadi apabila ada pernyataan wakif (ijab) dan Kabul dari mauquf’alaih tidak diperlukan. Isyarat hanya boleh dilakukan bagi wakif yang tidak mampu melakukan lisan dan tulisan.
D. MACAM-MACAM WAKAF
Menurut para ulama secara umum wakaf dibagi menjadi dua bagian:
1. Wakaf ahli (khusus)
Wakaf ahli disebut juga wakaf keluarga atau wakaf khusus. Maksud wakaf ahli ialah wakaf yang ditujukan kepada orang-orang tertentu, seorang atau terbilang, baik keluarga wakif maupun orang lain. Misalnya, seseorang mewakafkan buku-buku yang ada di perpustakaan pribadinya untuk turunannya yang mampu menggunakan. Wakaf semacam ini dipandang sah dan yang berhak menikmati harta wakaf itu adalah orang-orang yang ditunjuk dalam pernyataan wakaf.
2. Wakaf khairi
Wakaf khairi ialah wakaf yang sejak semula ditujukan untuk kepentingan-kepentingan umum dan tidak ditujukan kepada orang-orang tertentu. Wakaf khairi inilah yang benar-benar sejalan dengan amalan wakaf yang amat digembirakan dalam ajaran Islam, yang dinyatakan pahalanya akan terus mengalir hingga wakif meninggal dunia, selama harta masih dapat diambil manfaatnya.
E. SYARAT-SYARAT WAKIF
Dalam wakaf terkadang wakif mensyaratkan sesuatu, baik satu maupun berbilang. Wakif dibolehkan menentukan syarat-syarat penggunaan harta wakaf, syarat-syarat tersebut harus dihormati selama sejalan dengan ajaran agama Islam. Misalnya, seseorang mewakafkan tanah untuk mendirikan pesantren khusus laki-laki, syarat seperti itu harus dihormati karena sejalan dengan ketentuan-ketentuan syara’.
Apabila syarat-syarat penggunaan harta wakaf bertentangan dengan ajaran Islam, wakafnya dipandang sah, tetapi syaratnya dipandang batal. Misalnya, seseorang yang mewakafkan tanah untuk masjid jami’, dengan syarat hanya dipergunakan oleh para anggota perkumpulan tertentu, maka wakafnya dipandang sah, tetapi syaratnya tidak perlu diperhatikan.
F. MENUKAR DAN MENJUAL HARTA WAKAF
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar ra yang menceritakan tentang wakaf bahwa wakaf tidak boleh dijual, diwariskan dan dihibahkan.
Perbuatan wakaf dinilai ibadah yang senantiasa mengalir pahalanya apabila harta wakaf itu dapat memenuhi fungsinya yang dituju. Dalam hal harta wakaf berkurang, rusak, atau tidak dapat memenuhi fungsinya yang dituju, harus dicarikan jalan keluar agar harta itu tidak berkurang, utuh dan berfungsi. Bahkan untuk menjual atau menukar pun tidak dilarang, kemudian ditukarkan dengan benda lain yang dapat memenuhi tujuan wakaf.
Ibnu Qudamah berpendapat bahwa apabila harta wakaf mengalami rusak hingga tidak dapat membawa manfaat sesuai dengan tujuannya, hendaknya dijual saja, kemudian harga penjualannya dibelikan benda-benda lain yang akan mendatangkan manfaat sesuai dengan tujuan wakaf dan benda-benda yang dibeli itu berkedudukan sebagai harta wakaf seperti semula.
Pada diskusi kami juga ada pertanyaan tentang bagaimana jika masjid yang sudah diwakafkan itu dijual dan uangnya digunakan untuk membangun masjid di tempat lain.
Jawaban kami adalah boleh, mengingat harta wakaf itu yang diambil adalah nilai manfaatnya, jadi ketika masjid itu sudah nampak rusak dan tidak layak pakai, boleh dijual dan dibangunkan masjid lain meskipun di tempat yang berbeda. Kebolehan ini mengingat fungsi masjid itu masih untuk syiar Islam dan kepentingan umum umat Islam.
G. PENGAWASAN HARTA WAKAF
Pada dasarnya pengawasan harta wakaf merupakan hak wakif, tetapi wakif boleh menyerahkan pengawasan kepada yang lain, baik lembaga maupun perorangan. Untuk menjamin kelancaran masalah perwakafan, pemerintah berhak campur tangan dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengatur permasalahan wakaf termasuk pengawasannya.
Untuk pengawas wakaf yang sifatnya perorangan diperlukan syarat sbb:
- Berakal sehat
- Baligh
- Dapat dipercaya
- Mampu melaksanakan urusan-urusan wakaf
Bila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, hakim berhak menunjuk orang
lain yang mempunyai hubungan kerabat dengan wakif. Bila kerabat juga
tidak ada, maka ditunjuk orang lain. Agar pengawasan dapat berjalan
dengan baik, pengawas wakaf yang bersifat perorangan boleh diberi imbalan
secukupnya sebagai gajinya atau boleh diambil dari hasil harta wakaf.
Pengawas harta wakaf berwenang melakukan perkara-perkara yang dapat
mendatangkan kebaikan harta wakaf dan mewujudkan keuntungan
-keuntungan bagi tujuan wakaf, dengan memperhatikan syarat-syarat yang
ditentukan wakif.
Jaminan perwakafan di Indonesia dinyatakan dalam Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 tahun 1960 Pasal 49 ayat 3 yang menyatakan bahwa perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan Pemerintah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka kami mengambil kesimpulan sbb:
Menurut bahasa wakaf berasal dari waqf yang berarti radiah (terkembalikan), al-tahbis (tertawan) dan al-man’u (mencegah).
Idris Ahmad berpendapat bahwa yang dimaksud dengan wakaf ialah, menahan harta yang mungkin dapat diambil orang manfaatnya, kekalnya zatnya dan menyerahkannya ke tempat-tempat yang telah ditentukan syara’, serta dilarang leluasa pada benda-benda yang dimanfaatkannya itu.
KETENTUAN-KETENTUAN WAKAF
1. Harta wakaf harus tetap.
2. Harta wakaf terlepas dari pemilikan orang yang mewakafkannya.
3. Tujuan wakaf harus jelas dan sesuai dengan ajaran agama Islam.
4. Harta wakaf dapat berupa tanah dan sebagainya, yang tahan lama dan tidak musnah sekali digunakan.
RUKUN DAN SYARAT WAKAF
Syarat-syarat wakaf:
1. Wakaf tidak dibatasi dengan waktu tertentu
2. Tujuan wakaf harus jelas
3. Wakaf harus segera dilaksanakan setelah dinyatakan oleh yang mewakafkan
4. Wakaf merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa adanya hak khiyar .
Rukun-rukun wakaf ialah:
- Orang yang berwakaf (wakif)
- Harta yang diwakafkan (mauquf)
- Tujuan wakaf (mauquf’alaih)
- Pernyataan wakaf (shigat waqf)
MACAM-MACAM WAKAF
- Wakaf ahli (khusus)
- Wakaf khairi
SYARAT-SYARAT WAKIF
Dalam wakaf terkadang wakif mensyaratkan sesuatu, baik satu maupun berbilang. Wakif dibolehkan menentukan syarat-syarat penggunaan harta wakaf, syarat-syarat tersebut harus dihormati selama sejalan dengan ajaran agama Islam.
MENUKAR DAN MENJUAL HARTA WAKAF
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar ra yang menceritakan tentang wakaf bahwa wakaf tidak boleh dijual, diwariskan dan dihibahkan.
PENGAWASAN HARTA WAKAF
Pada dasarnya pengawasan harta wakaf merupakan hak wakif, tetapi wakif boleh menyerahkan pengawasan kepada yang lain, baik lembaga maupun perorangan. Untuk menjamin kelancaran masalah perwakafan, pemerintah berhak campur tangan dengan mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengatur permasalahan wakaf termasuk pengawasannya.
B. SARAN
Sebagai muslim dan calon guru kita harus mengetahui masalah wakaf, apalagi jika tempat kita mengajar di atas tanah wakaf. Agar kita bisa menjaga kebaikan itu sehingga menjadi amal jariyah.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Ash Shidiqy, Hasbi, 2001, Pengantar Fiqh Muamalah, Semarang: PT Pustaka Rizki Putra.
Basori, Karim, 2007, Muamalat, Yogyakarta : Pustaka Insan Madani
Karim, Helmi, 2002, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Terima Kasih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar